Catatan Umum
Tidak
semua orang mudah membaca dan memahami isi undang-undang. Hal ini terutama
disebabkan tingkat pendidikan yang berbeda. Selain itu, kesulitan pemahaman itu
bertambah lagi sebagai akibat bentuk legal formal isi undang-undang itu
sendiri. Misalnya, dijumpai adanya penjelasan setiap pasal per pasal dari
sebuah undang-undang. seringkali disebutkan “Cukup Jelas”, padahal sesungguhnya
tidak jelas. Tetapi begitulah rupanya bahasa hukum, kalau tidak sulit, kalau
tidak punya ciri sendiri rasanya kurang mantap rasanya. Oleh karena itu,
dirasakan perlu menuliskan ulang dalam bahasa yang lebih sederhana untuk lebih
mudah memahami tentang pengaturan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Catatan Khusus
Keseluruhan
materi muatan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi divisualisasikan dalam bentuk kalimat dengan bahasa yang lebih
sederhana ke dalam 22 (duapuluh dua) bagian.
Landasan
filosofis
Ada
lima landasan filosofis yang dijadikan dasar pembenar pengaturan kembali
telekomunikasi di Indonesia. Pertama, bahwa tujuan pembangunan nasional adalah
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
peraturan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan
antarabangsa. Ketiga, bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelengaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Keempat, bahwa
segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan
dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan
pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional. Kelima, bahwa
sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun
1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu
diganti;
Latar
Belakang Pemikiran
Disadari
betul bahwa sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah
menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa 67 dalam kerangka wawasan nusantara, dan
memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung
sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan
lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi
informasi dan penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional. Penyesuaian dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di tingkat nasional sudah
merupakan
kebutuhan nyata, mengingat kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Perkembangan
teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan
peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang
memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai
kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan
antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam
berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus
dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and
Service (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah diratifikasi
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi
nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai
dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan
bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk
menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut di atas, maka peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan yang
meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dengan
mengikutsertakan peran masyarakat.
Peningkatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak mengurangi prinsip
dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, yaitu
bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena
itu, hal-hal yang menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit yang merupakan sumber daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara.
Dengan
tetap berpijak pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan
memperhatikan perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun
internasional, terutama di bidang teknologi telekomunikasi, norma hukum bagi
pembinaan dan penyelenggaraan telekomunikasi yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi perlu diganti.
Pengertian
Umum
Dalam
Undang-undang ini, terdapat 17 (tujuh belas) pengertian umum yang digunakan
sebagai acuan dalam memaknai dan memahami seluruh ketentuan batang tubuh
Undangundang Telekomunikasi. Ketujuhbelas pengertian umum itu adalah sebagai
berikut:
- Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
- Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
- Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi ; 68
- Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
- Pemancar radio alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
- Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
- Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
- Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Swasta, Instansi Pemerintah dan Instansi Pertahanan Keamanan Negara;
- Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
- Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan telekomunikasi dan atau yang tidak berdasarkan kontrak;
- Pengguna adalah pengguna dan pemakai;
- Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, dan pengoperasiannya khusus;
- Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
- Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
Asas
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam
menyelenggarakan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas
pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata,
asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta
memprhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika. Asas manfaat berarti
bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan
lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan,
sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan
maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lahir dan batin.
Asas
adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan
kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan
hasilhasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Asas kepastian
hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan
telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang
menjami kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para
investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara
maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi
69 telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi
ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
Asas
kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat
mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi, dalam
penyelenggaraan telekomunikasi. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan
telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya. Asas etika dimaksudkan agar dalam
penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat
profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Tujuan
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat
dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi,
mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan
profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak
kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.
Pembinaan
Telekomunikasi
Telekomunikasi
dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Mengapa
demikian ? Pembuat undang-undang mempunyai arugumentasi karena mengingat
telekomunikasi merupakan salah satu cabang produksi yang penting dan strategis
dalam kehidupan nasional, maka penguasaannya dilakukan oleh negara, yang dalam
penyelenggaraan ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan
kemakmuran rakyat. Dengan begitu pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan,
dan pengendalian. Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian di bidang telekomunikasi, ini dilakukan secara menyeluruh dan
terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam
masyarakat serta perkembangan global. Fungsi penetapan kebijakan, antara lain,
perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis
telekomunikasi nasional. Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum
dan atau teknis operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan
perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi
pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk
pengawasan terhadap penguasaan pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan
frekuensi dan orbit satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana
telekomunikasi. Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan,
fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi
dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
Peranserta
Masyarakat Menyelenggarakan Telekomunikasi
Dalam
rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi
terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat.
Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan
Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan
pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan
pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian
dan pengawasan di bidang 70 telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat
diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.
Lembaga seperti ini keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di
bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen
peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi
serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata
cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penanggungjawab
Administrasi Telekomunikasi
Menteri
bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia.
Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi Internasional, yang dimaksud
dengan Administrasi Telekomunikasi adalah Negara yang diwakili oleh pemerintah
negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, Administrasi Telekomunikasi
melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi Telekomunikasi Internasional dan
peraturan yang menyertainya. Administrasi Telekomunikasi Indonesia juga melaksanakan
hak dan kewajiban peraturan internasional lainnya seperti peraturan yang
ditetapkan Intelsat (Internasional Telecommunication Satellite Organization)
dan Inmarsal (Internasional Maritime Satellite Organization) serta perjanjian
internasional di bidang telekomunikasi lainnya yang diratifikasi Indonesia.
Contoh Kasus Regulasi dan Peraturan
UU No. 36 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
Dengan
ketatnya persaingan yang terjadi di dunia telekomunikasi, maka banyak para
operator yang memanfaatkan media lain untuk dapat memasarkan produknya agar
dapat di lihat oleh orang banyak, yaitu dengan menggunakan Media komunikasi
massa media tersebut adalah audio (radio), audio visual (televisi), jaringan
internet dan media cetak seperti koran, majalah, tabloid, brosur, papan iklan
dan lain-lain. Banyaknya media massa tersebut menimbulkan persaingan di antara
pengguna media yang ingin memasarkan produk dan jasanya. Tetapi sekarang sering
kali persaingan itu berujung tidak sehat. oleh karena itu diperlukan ada-nya
etika dalam menjalankan media komunikasi massa. oleh karena itu diperlukan
ada-nya etika dalam menjalankan media komunikasi massa. pengaruh dari kegiatan
komunikasi melalui media massa sangat lah kuat karena pesan – pesan di sebarkan
secara luas dan terus menerus,sehingga membuat khalayak sulit untuk menentukan
pesan mana yang harus di terima atau yang mana yang tidak.
Media
cetak merupakan salah satu media massa yang berpengaruh di indonesia. media
cetak juga sering digunakan untuk mengiklankan barang dan jasa dari suatu
instansi. dalam makalah ini saya mengambil contoh kasus pelanggaran etika dalam
media massa yaitu iklan yang di produksi oleh telkomsel dengan bentuk papan
iklan dengan judul ‘’Tetangga Sebelah’’ dan iklan XL Bebas yang di produksi
oleh PT.Excelcomindo dengan bentuk papan iklan.
Pelanggarannya
adalah:
- Iklan XL Bebas yang berbentuk papan iklan yang di produksi oleh PT.Excelcomindo melanggar EPI BAB IIIA No. 1.2.2 yang menyatakan bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata – kata superlatif seperti ‘’ paling ‘’, ‘’ nomor satu ‘’, ‘’ top ‘’ atau kata – kata berawalan ‘’ter’’ dan atau bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat di buktikan dengan pernyataan tertulis dari sumber yang otentik. Karena di dalam papan iklan XL di temukan kata – kata superlatif yaitu : Tarif ‘’Ter’’murah. yaitu Rp 0,1/detik.
- Pelanggaran juga dilakukan oleh Telkomsel, papan iklan yang berjudul ‘’Tetangga Sebelah’’ melanggar EPI BAB IIIA No. 1.21 yang menyatakan bahwa iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung karena papan iklan Telkomsel yang di pasang di samping papan iklan XL Bebas terdapat gambar lelaki dengan jempol menunjuk ke arah papan iklan XL di sertai kata – kata “Tetangga sebelah ngomongnya paling murah TERNYATA tarifnya ribet banget jaringannya terbatas”. Kata – kata tersebut secara tidak langsung telah merendahkan produk XL.
Sumber:
postingan yang sangat-sangat-sangat bermanfaat gan ,, nice
BalasHapussolder uap